Sabtu, 18 Januari 2020

Pengertian Pagelaran Sintren






Hasil gambar untuk gambar pagelaran





Struktur pagelaran kesenian Sinten yang ada di wilayah kabupaten dan kota Cirebon berusaha untuk memperlihatkan simbol-simbol pengajaran Islam kepada masyarakat dengan cara yang saksama pada setiap adegannya. 
Adegan pembuka 
Pagelaran kesenian Sintren di wilayah kabupaten dan kota Cirebon biasanya dimulai dengan pesinden melantunkan syair, 



Turun turun sintren (Datang-datang Sintren) 

Sintrene widadari (Sintrennya Bidadari) 

Nemu kembang yun ayunan (Nemu kembang hendak dibawa kemana?) 

Nemu kembang yun ayunan (Nemu kembang hendak dibawa kemana?) 

Kembange putri mahendra (Kembangnya putri Mahendra) 

Widadari temurunan (Bidadari sedang datang) 

yang diiringi dengan masuknya Ki dalang Sintren bersama penarinya, yang dilanjutkan dengan sintren yang diikat dengan rantai dan digulung dengan tikar, ujung tikar kemudian diarahkan ke Ranggap (kurungan ayam) agar penari Sintren tahu dimana posisinya, tidak seperti yang terjadi pada pagelaran Sintren di kecamatan Cibingbin, kabupaten Kuningan dimana penari Sintrennya dapat mengetahui letak Ranggapnya sendiri dan kemudian merangkak ke dalamnya, di Cirebon penari diarahkan menuju ranggap dengan cara memasukan ujung tikar kedalam Ranggap. 











Adegan keluar Ranggap dan Syair Ya Robbana (Ya Allah swt) 



Setelah penari Sintren yang ada di dalam Ranggap hendak keluar dari kurungan, maka pesinden melantunkan syair Ya Robana (Ya Allah swt) yang merupakan kutipan dari surat Al-Araf ayat 23 sekaligus ajakan untuk bertaubat seperti berikut, 



Ya robbana, robbana, robbana (Ya Allah swt) 

Ya robana zhalamna anfusana (Ya Allah swt kami telah menganiaya diri kami) 

Wa inlam tagfirlana (dan jika engkau tidak mengampuni kami) 

Wa tarhamna lanakunanna (dan tidak memberi rahmat kepada kami) 

Min al-khosirin (niscaya, pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi) 

Kemudian penari sudah keluar dengan pakaian yang telah berubah, dari baju keseharian menjadi baju golek lengkap dengan batik, cinde, Jamang, kaos kaki dan kacamata. 




Adegan lempar uang 


Setelah itu penari Sintren melakukan tariannya dan prosesi melempar uang pun dilakukan, pada proses ini ketika penari bersentuhan dengan uang yang dilempar masyarakat maka dia akan lemas tidak berdaya, yang memberikan pesan kepada masyarakat bahwa di dalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan membuat manusia jatuh. 


Adegan penutup 


Pada adegan penutup, setelah jatuh berkali-kali pada prosesi pelemparan uang, penari Sintren kemudian didudukan dan dikurung lagi dengan Ranggap, sementara pesinden melantunkan syair Kembang Kilaras. 

Kembang kilaras ditandur tengahe alas (Kembang Kilaras ditanam ditengah hutan)
Paman bibi aja maras (paman bibi jangan khawatir)
Dalang sintren jaluk waras (dalang sintren sedang memulihkan keadaan) 



Kembange srengenge surupe wayahe sore (Kembang matahari, menutupnya pertanda waktu senja)
Sawise lan sedurunge kesuwun ning kabehane (Sesudah dan sebelumnya, kami ucapkan terimakasih pada semuanya) 

Pagelaran kemudian berakhir dengan dibukanya Ranggap oleh Ki dalang Sintren sementara penarinya telah kembali sadar dan berganti pakaian menjadi baju keseharian. 




Pagelaran Sintren di Kabupaten Indramayu



Pada pagelaran Sintren yang ada di wilayah kabupaten Indramayu tidak selamanya bernuansa agamis yang kental, terkadang pagelaran sintren juga ditujukan untuk bebarangan (bahasa Indonesia: mengamen), beberapa wilayah desa di Indramayu yang masih memepertahankan kesenian sintren diantaranya adalah desa Mekar Gading di kecamatan Sliyeg, kabupaten Indramayu dan desa Kroya, kecamatan Kroya, kabupaten Indramayu, berikut adalah penjelasannya. 


Struktur pagelaran ( desa Mekar Gading



Pada pagelaran sintren di desa Mekar Gading, kecamatan Sliyeg, kabupaten Indramayu terdapat keunikan diantaranya dijadikan tarling Cirebon sebagai musik latar pada pagelaran sintren yang diiringi gamelan dan gendang. 


Adegan pembuka 



Adegan dimulai dengan masuknya penari sintren dengan pakaian sehari-hari yang diiringi oleh empat penari pengiring (bahasa Cirebon: Cantrik), penari sintren kemudian didudukan oleh dalang sintren didampingi para Cantrik, tangan penari sintren kemudian dipegang oleh dalang dan diletakan diatas asap kemenyan, selanjutnya penari sintren dibelenggu (bahasa Cirebon : ''dibandan'' dengan cara diikatkan tali ke seluruh tubuhnya. Penari sintren kemudian dimasukan kedalam ranggap (kurungan ayam) bersama busana sintren dan perlengkapannya, Ranggap beberapa saat kemudian dibuka untuk menunjukan penari sintren yang telah berganti pakaian (bahasa Cirebon: salin busana) namun masih dalam keadaan dibandan (dibelenggu), ranggap pun ditutup kembali. 


Adegan keluar ranggap dan aksi akrobatik 



Ketika ranggap sudah bergetar-getar, dalang sintren bersiap untuk membuka ranggap, ketika ranggap terbuka terlihat penari sintren sudah dalam keadaan tidak terbelenggu dan bersiap untuk menari, terkadang penari sintren juga melakukan aksi-aksi akrobatik seperti menari diatas kurungan. 


Adegan lempar uang 



Adegan lempar uang ( bahasa Cirebon dialek Indramayu: balangan) yang ada di desa Mekar Gading kurang lebih sama dengan yang ada di wilayah lainnya di Cirebon, yakni dengan pingsannya penari sintren yang terkena lemparan uang yang menggambarkan bahwa jika manusia terlalu berpegangan dengan dunia maka dia akan jatuh. Pada adegan ini dalang sintren akan berusaha membangkitkan penari sintren beberapakali sebelum menutup adegan balangan ini. 


Adegan meminta uang 



Adegan meminta uang dengan nyiru (bahasa Indonesia: tampah) ke penonton atau yang di Indramayu disebut dengan Temohan dilakukan oleh penari sintren dengan cara mendekati para penonton dan meminta uang seikhlasnya. 
Adegan penutup 


Adegan dilakukan dengan memasukan kembali penari sintren kedalam ranggap 


Pagelaran Sintren di kabupaten Kuningan



Pada cerita mengenai sintren yang beredar di masyarakat kabupaten Cirebon wilayah timur dan kabupaten Brebes wilayah barat, Sintren yang sering digelar di wilayah kecamatan Cibingbin, kabupaten Kuningan berasal dari wilayah Losari, dikarenakan pada masa lalu masyarakat di wilayah kabupaten Cirebon bagian timur dan kabupaten Brebes bagian barat suka melakukan aktivitas mamando (merantau antar kecamatan atau desa) jika tiba musim panen di sekitaran kecamatan Cibingbin seperti di (desa Dukuh Badag, desa Bantar Panjang, desa Citenjo, desa Cimara, serta desa Cibeureum) mereka mamando ke wilayah utara yakni ke sekitaran Losari, begitu pula sebaliknya, karena pada zaman dahulu wilayah yang lebih dahulu panen biasanya wilayah-wilayah di selatan seperti kecamatan Cibingbin dan sekitarnya, sehingga ada kemungkinan kesenian Sintren dulunya dikenalkan oleh masyarakat Losari, seperti halnya masyarakat desa Randegan dan sekitarnya yang berada dibagian selatan atau pedalaman kecamatan Losari, kabupaten Brebes diperkenalkan kepada kesenian Burok oleh masyarakat Cirebon, begitupula halnya kesenian Sintren masuk ke wlayah ini dikarenakan masyarakat desa Randegan suka nanggap (memanggil kesenian) Sintren dari wilayah pesisir. 




Struktur pagelaran 



Struktur pagelaran Sintren yang ada di wilayah desa Dukuh Badag, kabupaten Kuningan kurang lebih sama dengan wilayah-wilayah lainnya yang bersentuhan dengan kebudayaan Cirebon, yang berbeda ialah adanya adegan Sintren merangkak sendiri menuju Ranggap (kurungan ayam) setelah tubuhnya diikat dengan tali dan dibungkus tikar, karena biasanya pada pagelaran Sintren di wilayah kabupaten dan kota Cirebon, penari Sintren yang telah diikat dengan rantai dan digulung tikar akan diarahkan ujung tikarnya menuju Ranggap (kurungan ayam) bukan merangkak sendiri menuju Ranggap, selain itu adanya pertunjukan sulap oleh para Bodoran (pelawak) dalam pagelaran Sintren di desa Dukuh Badag juga merupakan keunikan tersendiri, dikarenakan pada wilayah lainnya yang juga menggunakan Bodoran, para Bodoran ini hanya melakukan aktivitas komedi saja tanpa disertai sulap seperti yang dilakukan di wilayah desa Dukuh Badag .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar