Sintren dari segi asal usul bahasa atau etimologi , “ sintren “ merupakan gabungan dari dua suku kata yaitu kata “si” dan “tren”. “ Si “ dalam bahasa jawa berarti “ia” atau “dia” dan “tren” berarti “tri” atau panggilan dari kata “putri”. Sehingga sintren adalah “ Si Putri “ yang menjadi objek pemeran utama dalam pertunjukan kesenian tradisional sintren ini.
Sintren salah satunya berasal dari kata sindir ( bahasa Indonesia : sindir ) dan tetaren ( bahasa Indonesia : pertanyaan melalui syair-syair yang perlu dipikirkan jawabannya ) maksudnya adalah menyindir dengan menggunakan kalimat sajak atau syair.
Sintren ( atau juga dikenal dengan Lais ) adalah kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes, Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.
Untuk menjadi penari sintren ada beberapa tahap / syarat yang harus di miliki oleh calon si penari, terutama sebagai penri sintren harus masih gadis atau masih perawan karena penari sintren harus dalam keadaan suci. Selain itu para penari sintren diwajibkan berpuasa terlebih dahulu, agar tubuh si penari tetap dalam keadaan suci dan menjaga tingkah lakunya agar tidak berbuat dosa dan berzina.
Asal mula munculnya kesenian ini tidak terlepas dari sebuah cerita yang melatar belakangi kesenian ini. Kesenian Sintren tidak bisa dilepaskan dengan kisah antara Sulasih dan Raden Sulandono, seorang putra bupati di Mataram Joko Bahu atau dikenal dengan nama Bahurekso dan Dewi Rantamsari.
Raden Sulandono memadu kasih dengan Sulasih seorang putri dari Desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak mendapatkan restu dari Ki Bahurekso, akhirnya Raden Sulandono diperintahkan ibundanya pergi untuk betapa dan diberikan selembar kain ( sapu tangan ) sebagai sarana kelak untuk bertemu dengan Sulasih setelah masa betapanya selesai. Sedangkan Sulasihdiperintahkan untuk menjadi penari pada saat acara bersih desa diadakan, sebagai syarat agar dapat bertemu dengan Raden Sulandono. Pertemuan tersebut diatur oleh ibu Sulandono, Dewi Rantamsari dengan memasukkan roh bidadari ketubuh Sulasih, pada saat itu pula Sulandono yang sedang bertapa dipanggil roh ibunya untuk menemui Sulasih dan terjadilah pertemuan diantara Sulasih dan Sulandono.
Pementasan sintren diawali dengan seorang gadis yang menari dengan pakaian seadanya ( biasanya berkaos putih ) ditemani dua dayang. Lalu nyanyi-nyanyian pun ditembangkan. Seorang dalang kemudian mengikat sintren dengan tali di sekujur tubuhnya sambal membaca mantra khusus. Lalu sintren akan pingsan dan dalam keadaan terikat , ia dimasukkan ke dalam kurungan ayam ( yang diselubungi kain diluarnya ) diiringi bacaan mantra sang dalang dan tembang-tembang. Sesaat kemudian kurungan dibuka dan tiba-tiba sintren tersebut sudah memakai pakaian khas penari sintren lengkap dengan memakai kacamata hitam.
· Iringan Proses Pembukaan Sintren
Tembang turun sintren digunakan sebagai doa pembuka agar roh Sulasih masuk ke dalam raga calon penari sintren. Saat tembang dilantunkan maka penari sintren akan ganti pakaian dari pakaian biasa dengan pakaian sintren dalam keadaan badan terikat tali dan dalam kurungan.
Lagu yang dinyanyikan itu sebagai berikut : Turun-turun sintren, sintrene widadari nemu kembang ning ayun-ayunan kembange siti mahendra widadari temurunan naranjing ka awak sira dan lagu Sih Solasih dilagukan berulang-ulang menunggu penari sintren selesai berpakaian tari yaitu syair lagu sebagai berikut : sih solasih solandana menyan putih pengundang dewa ala dewa saking sukma widadari temurunan. Tembang sih solasih adalah tembang permohonan agar tali-tali yang mengikat penari bisa terlepas kemudian disusul dengan lagu kembang gower ( penari pengawal ) mengelilingi sintren di dalam kurungan.
Dan lagunya sebagai berikut : kembang gower bungbung kelapa muda lumeor geol-geol bu sintren pan jaluk bodor bumbunya kelapa muda goyang-goyang ( sambal menggoyangkan kurungan ) nyi sintren minta bodor.
· Iringan Penyajian Hiburan
Tembang dolanan khas sintren dan tembang yang sesuai keadaan saat ini misalnya lagu-lagu campursari.
Tahap menjadikan sintren dilakukan oleh pawang yang dengan membawa calon penari sintren bersama dengan 4 ( empat ) orang pemain. Dayang sebagai lambing bidadari ( Jawa : Widodari patang puluh ) sebagai cantriknya sintren.
Tepat pada saat bulan purnama diadakan upacara bersih desa, berbagai pertunjukan rakyat digelar, maka pada saat itulah Sulasih menari sebagai bagian pertunjukan Raden Sulandono turun dari pertapaannya secara sembunyi-sembunyi dengan membawa sapu tangan pemberian ibunya.
Sulasih yang menari kemudian dimasuki kekuatan spirit Dewi Rantamsari sehingga mengalami “ trance” dan saat itu pulalah Raden Sulandono melemparkan sapu tangannya sehingga Sulasih pingsan.
Saat Sulasih trance atau kemasukan roh halus atau kesurupan yang disebut “sintren” dan pada saat Raden Sulandono melempar sapu tangannya disebut sebagai “balangan”. Balangan yaitu pada saat penari sintren sedang menari maka dari arah penonton ada yang melempar sesuatu ke arah penari sintren.
Setiap penari terkena lemparan maka sintren akan jatuh pingsan. Pada saat itulah pawang dengan menggunakan mantra-mantra tertentu kedua tangan penari sintren diasapi dengan kemenyan dan diteruskannya dengan mengusap wajah penari sintren dengan tujuan agar roh bidadari dating lagi sehingga penari sintren itu dapat melanjutkan menari lagi.
Selama menari inilah para penonton diperkenakan menari bersama sintren dan memberinya uang saweran. Tarian ini berakhir ketika dalang membuat gadis tersebut tak sadarkan diri, dan memasukkannya kembali ke dalam kurungan. Saat dibuka, si gadis sudah kembali berpakaian seperti semula dan dalam kondisi terikat di sekujur tubuhnya persis seperti pada saat awal ia dimasukkan dalam kurungan.
· Iringan Penutup
Tembang turun Sintren, untuk pertanda bahwa permainan sintren akan usai. Tembang piring kedawung, untuk melepas roh Dewi Sulasih dan sintren berganti busana keseharian. Adapun bentuk lain dari syair lagu turun sintren, yaitu : Turun-turun sintren, sintrene widodari nemu kembang yun ayunan nemu kembang yun ayunan kembang si jaya Indra widodari temurunan kang manjing ning awak ira turun-turun sintren, sintrene widodari nemu kembang yun ayunan nemu kembang yun ayunan kembang si jaya Indra widodari temurunan kembang kates gandul pinggire kembang kenanga kembang kates gandul pinggire kembang kenanga arep nalor arep nidul wis mana gageya lunga kembang kenanga pinggire kembang melati kembang kenanga kembang melati wis mana gagea lunga aja gawe lara ati kembang jahu laos lempuyang kembange kuning kembang jahe laos lempuyang kembange kuning ari balik gage elos sukiki maneya maning kembang kilaras ditandur tengae ngalas paman bibi aja maras dalang sintren jaluk waras.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar