Jumat, 17 Januari 2020

Makna Filosofis dalam Pagelaran Kesenian Sintren di Cirebon






Hasil gambar untuk filosofi sintren cirebon



Cirebon adalah kota yang kaya akan kesenian dan budaya. Cirebon memiliki banyak kesenian dan budaya diantaranya wayang kulit, topeng, sintren, berokan, tayuban, masres, tarling dan lain sebagainya. Budaya merupakan suatu pola hidup yang terus berkembang dalam kehidupan masyarakat dan sangat erat hubungannya dengan masyarakat, masyarakat berkewajiban untuk menjaga, memelihara dan melestarikannya sehingga budaya masih bisa diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Budaya tersusun dari beberapa unsur penting yang meliputi adat istiadat, bahasa, agama, politik, hukum dan kesenian. Perwujudan dari kebudayaan misalnya saja benda-benda, perilaku masyarakat dan berbagai macam karya kesenian hasil ciptaan masyarakat yang bertujuan untuk membantu masyarakat dalam melangsungkan kehidupannya sehari-hari. Budaya adalah konsep, keyakinan, nilai dan norma yang dianut masyarakat yang


mempengaruhi perilaku mereka dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya

Tidak terlepas dari ciri khas yang dimiliki Cirebon yang sangat dominan dalam bidang walisongo yang kental akan ajaran tasawuf dan kesenian. Melalui falsafah nilai yang terkandung dalam suatu kesenian, sering kali kesenian digunakan masyarakat sebagai media dakwah penyebaran agama Islam yang masih dilestarikan hingga sekarang. Kesenian memudahkan masyarakat untuk menyebarluaskan ajaran agama Islam melalui pagelaran yang ditujukan untuk masyarakat umum dengan harapan selain masyarakat menikmati unsur hiburannya, masyarakat juga dapat menangkap unsur didikan kesan pesan religi yang terdapat dalam pagelaran kesenian tersebut tidak lain yaitu untuk merubah masyarakat menjadi manusia yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Manusia mempunyai bahasa untuk berinteraksi terhadap sesama sehingga menunjang kelancaran pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan.

Kesenian yang biasa digunakan dalam bidang keagamaan misalnya saja wayang kulit, sintren, berokan, topeng, ronggeng atau tayuban. Dalam dunia tasawuf sintren dan wayang digambarkan sama halnya dengan tingkatan syariat, berokan menggambarkan tingkatan tarekat, topeng menggambarkan tingkatan syariat dan berokan atau tayuban yang menggambarkan tingkatan hakikat. Nilai-nilai yang terkandung dalam kesenian-kesenian tersebut sama halnya dengan tingkatan-tingkatan seorang sufi dalam tasawuf untuk mencapai predikat manusia yang sempurna dan menggapai ridha Allah dalam menjalani kehidupan ini. Kesenian-kesenian tersebut merupakan unsur pokok dalam penyebaran syiar Islam di Cirebon. Kesenian lainnya hanya merupakan kesenian pelengkap dari kesenian-kesenian tersebut. Setiap kesenian memiliki nilai filsofis, nilai-nilai tersebut menyangkut masalah-masalah pokok dalam kehidupan manusia.

Sintren adalah kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat Cirebon. Sintren merupakan kesenian yang sederhana dengan menggunakan perlengkapan yang sederhana. Sintren terdiri dari dua suku kata yaitu Sinyo yang berarti pemuda dan trennen yang berarti berlatih. Secara etimologi Sintren merupakan gabungan dari dua suku kata yaitu Si yang berarti ia atau dia dan Tren berarti tri atau panggilan lain.

kata putri. Sehingga Sintren adalah Si Putri yang menjadi pemeran utama dalam kesenian sintren., Sintren mulai diperkenalkan di kalangan masyarakat sekitar tahun 1940, Sintren merupakan bagian dari cerita rakyat yang dalam pagelaran pementasannya seorang penari menari dengan gerak ritmik sangat indah dalam kondisi tidak sadarkan diri seperti halnya fana yang dilakukan oleh para sufi. Kesenian sintren terus berkembang mengikuti arus perkembangan zaman.

Kesenian Sintren tumbuh dan berkembang mengikuti kemajuan zaman. Sebelumnya sintren digunakan sebagai media untuk mengusir para penjajah, pada zaman animisme dan dinamisme sintren digunakan sebagai alat untuk mendekatkan diri dan berkomunikasi dengan arwah para leluhur. Namun pada zaman perkembangan agama Islam di Cirebon Sintren digunakan sebagai media dakwah dalam penyebaran agama Islam. Para wali menyebarkan agama Islam dengan memanfaatkan sarana kesenian sintren sebagai salah satu kesenian tradisional yang dijadikan media dakwah Islam di Cirebon dan sekitarnya. Dalam pementasan keenian sintren sangat banyak pesan-pesan yang terselubung yang mengandung nilai-nilai falsafah keagamaan, dapat dilihat pada saat pementasannya, gerakan tariannya, lagu-lagu yang mengandung dinyanyikan, alat musik yang digunakan semua itu mengandung unsur keagamaan agar penonton mudah menangkap pesan kesan yang ingin disampaikan dalam pertunjukan kesenian sintren tersebut. Selain sebagai tontonan, pertunjukan kesenian sintren juga berfungsi sebagai tuntunan. Pesan-pesan simbolik di setiap adegannya mengandung didikan, terutama didikan untuk para generasi muda, membentuk karakter masyarakat dan sebagai salah satu bentuk dari pencerahan masyarakat.

Pagelaran kesenian sintren sekarang ini jarang sekali dipentaskan, hanya di peringatan tertentu dan hari-hari besar saja sintren di pentaskan. Sanggar sintren Sekar Insani adalah salah satu sanggar yang masih aktif dalam melakukan pertunjukan Sintren, sering kali ikut berpartisipasi dalam mengisi acara-acara tertentu. Anggota sanggar sintren Sekar Insani yang mayoritas para pelajar sekolah menengah menjadikan sanggar sintren Sekar Insani sebagai wadah untuk mendidik para generasi muda agar lebih

Cirebon memiliki beberapa sanggar sintren diantaranya yaitu sanggar sintren sekar insani di desa Babadan Gunungjati, sanggar seni sekar pandan di kraton Kacirebonan, sanggar seni kencana ungu. Namun, penulis memilih sanggar sintren sekar insani desa Babadan Gunungjati karena sanggar sintren sekar insani mayoritas anggotanya adalah generasi muda sekaligus peserta didik di yayasan bhakti insani. Generasi muda merupakan agen terpenting dalam pelestarian kesenian dan budaya kita ini. Melalui generasi muda kita dapat menanamkan sikap cinta pada budaya yang kita miliki. Sanggar sintren sekar insani sekarang ini masih ditampilkan untuk acara-acara tertentu dan peringatan hari besar nasional dan peringatan-peringatan hari besar keagamaan.





1.Nilai-nilai Filosofis yang terdapat pada pertunjukan kesenian sinten diantaranya yaitu :

A. Gerakan

Gerakan tarian sintren memiliki nilai filosofis dari kecantikan seorang wanita. Tariannya yang lemah gemulai merupakan dasar daripada sifat wanita yang anggun dan lemah gemulai. Pada adegan sintren yang terjatuh saat dilempari uang oleh penonton, merupakan simbol dari manusia yang terjatuh karena terlalu mencintai duniawi. Kacamata hitam yang dipai sintren merupakan simbol dari kegelapan seorang manusia apabila terlalu mencintai dunia. adegan sintren yang diikat dan dimasukkan kedalam kurungan setelah beberapa waktu sintren yang dimasukkan ke dalam kurungan dalam kondisi badan terikat tali sintren keluar dari kurungan sudah berubah menjadi gadis cantik yang sudah tidak terbelenggu adalah simbol manusia yang dimasukkan ke alam kubur. Sintren yang diikat adalah simbol manusia yang terikat dengan pertanyaan-pertanyaan di alam Barzah. Malaikat Munkar dan Nakir akan menyampaikan pertanyaan siapa Tuhanmu, siapa nabimu, apa agamamu, siapa imammu, apa kitabmu dan siapa saudaramu. Bila satu pertanyaan itu dapat dijawab dengan benar maka akan terlepas satu ikatan, begitu juga seterusnya sampai tali ikatan akan terlepas semua dan mendapatkan kebebasan hukuman di alam barzah. Dan Kurungan dan Sintren, melambangkan badan jasmani dan rohani, yang pada waktunya dengan ketentuan Allah akan ditinggalkan oleh badan rohani, seperti kurungan ditinggalkan oleh pawang sintren.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar