Dalam perkembangannya, Tari Sintren mulai tenggelam seiring dengan perkembangan jaman. Tarian ini sudah jarang di tampilkan, sekalipun di daerah asalnya. Seiring dengan perkembangan, Tari Sintren sudah banyak perubahan pada bentuk aslinya. Banyaknya kreasi yang di tambahkan agar tarian ini terlihat menarik. Tarian ini merupakan tarian yang langka dan jarang di temukan. Selain dari segi artistic tarian ini juga memiliki nilai – nilai yang dapat kita pelajari di dalamnya. Tari Sintren ini harus kita lestarikan dan di jaga keberadaannya sebagai warisan budaya bangsa kita.
Pemerhati seni budaya Erwindho menjelaskan, keberadaan kesenian sintren hampir punah karena tidak ada warga yang menanggap. Jika tidak ada upaya melestarikan, menurut Erwindho, kesenian sintren sebagai salah satu kekayaan budaya dan kearifan lokal ini tidak menutup kemungkinan akan punah dari perbendaharaan budaya bangsa.
Seperti diberitakan salah satu usaha untuk melestarikan kesenian sintren adalah dengan sering digelarnya pertunjukan sintren. Utamanya saat acara sedekah bumi maupun acara pesta di suatu daerah, akan menarik jika menampilkan kesenian sintren.Karenanya dia sangat mendukung jika di tiap-tiap kecamatan atau kelurahan, perlu digelar kesenian rakyat, tak terkecuali kesenian sintren. Minimal pertunjukan rakyat digelar setiap dua bulan, sehingga warganya saling silaturahmi. Saling tegur sapa.
Kalau setiap kecamatan atau kelurahan, nantinya ada agenda pertunjukan kesenian rakyat semisal itu pertunjukan wayang kulit atau golek. Atau pertunjukan kesenian lain, sehingga iklim kesenian di Kota Tegal dan sekitarnya semakin dinamis. Kesenian tradisional semakin memprihatinkan seiring kemajuan teknologi. Keberadaanya di tengah masyarakat makin dilupakan. Salah satunya adalah kesenian sintren.
Sintren sebagai suatu seni adalah salah satu dari bagian kebudayaan yang terkena imbas arus modernitas, yang tidak tersaring secara ketat menyebabkan proses akulturasi budaya berjalan lancar. Bentuk-bentuk modernitas, misalnya tempat-tempat hiburan yang bersifat modern antara lain: bioskop, café, karaoke, mall, dan sebagainya menggusur keberadaan kesenian sebagai alternativ hiburan
yang mengandung unsur-unsur pendidikan dan pencerahan, khususnya kesenian tradisional. Modernitas dalam bentuk teknologi hiburan, besar pengaruhnya terhadap kesenian tradisional. Kesenian tradisional membutuhkan proses yang lama dalam memahami dan menampilkan, berbeda dengan teknologi hiburan modern yang bersifat instant. Di sinilah akan terjadi cultural lag dalam kebudayaan berkaitan dengan keberadaan kesenian tradisional. Menurut Koentjaraningrat, bahwa cultural lag adalah perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat. Artinya ketinggalan kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat dapat menyesuaikan diri terhadap benda tersebut. Dalam kasus ini, benda yang dimaksud di atas dapat diterapkan sebagai kesenian tradisional. Suatu culture lag terjadi apabila irama perubahan dari dua unsur perubahan (mungkin lebih) memiliki korelasi yang tidak sebanding sehingga unsur yang satu tertinggal oleh unsur lainnya. Dari fakta tersebut menjadikan kesenian tradisional sebagai bentuk yang ketinggalan zaman. Salah satu bentuk kesenian tradisional yang kentara terkena imbasnya adalah kesenian tradisional Sintren. Para pekerja seni Sintren sebagai aset sumber daya manusia harus berjuang melawan modernitas, sebagai kaum minoritas yang menyampaikan nilai-nilai egalitarian dalam pementasannya, mereka telah ikut andil dengan caranya dalam pelaksanaan mengisi pembangunan, baik fisik maupun non fisik/sosial demi kelangsungan hidup para seniman Sintren tersebut. Dalam pertunjukan Sintren para penonton yang datang bukan hanya dari desa setempat saja. Dari luar desapun banyak yang berdatangan untuk sekadar menonton ataupun menginginkan romantisme lama atau ada juga yang menghendaki supaya budaya setempat langgeng sampai anak cucu. Dalam perspektif lain sebenarnya kehadiran Sintren justru dapat menjadi alternatif bagi pelaku seni sintren maupun masyarakat yang terlibat di dalam pertunjukan kesenian tersebut, untuk pemberdayaan ekonomi mikro, ditengah himpitan modernitas dan globalisasi yang secara masif menghimpit rakyat kecil, pementasan sintren menjadi sesuatu yang mendatangkan manfaat secara ekonomi. Dibalik kesederhanaan, keikhlasan, kepolosan, seorang gadis penari sintren ternyata sedikit banyak mampu mendongkrak susana sepi menjadi keramaian penuh optimis penduduk suatu desa. Di mana sebagian penduduk dapat memberdayakan eonomi skala mikro melalui usaha dagang seperti; krupuk sambal, tahu aci, mainan anak-anak, pecel, serundeng lumping kerbau dan lainlain, yang dilakukan dengan selalu mengikuti pertunjukan keliling sintren dari satu desa ke desa lain.
Kesenian Sintren dalam tarikan Tradisi dan Modernitas Puji Dwi Darmoko 1 Abstrak Di tengah derasnya tekanan modernitas, produk budaya sebagai budaya adiluhung kreasi anak bangsa dipertahankan eksistensi dan keberlangsungannya. S Sintren wilayah Pantura Jawa Tengah bagian barat khususnya di Kabupaten Pemalang. Kesenian Sintren diawali dari cerita rakyat/legenda yang dipercaya oleh masyarakat tentang kisah percintaan Sulasih dan R. Sulandono, seorang putra Bupati Mataram Joko Bahu atau dikenal dengan nama Bahurekso dan Rr. Rantamsari. Kesenian tari Sintren dianggap unik, karena banyak yang mengatakan gerakannya di luar kesadaran akal sehat, diiringi lagu dan beberapa alat musik sederhana. Seiring dengan perkembangan zaman sintren sebagai suatu seni adalah salah satu dari bagian kebudayaan yang terkena imbas arus modernitas. Bentuk-bentuk modernitas, misalnya tempat-tempat hiburan yang bersifat modern antara lain: bioskop, café, karaoke, mall, dan sebagainya menggusur keberadaan kesenian sebagai alternativ hiburan yang mengandung unsur-unsur pendidikan dan pencerahan, khususnya kesenian tradisional. Kesenian Sintren kehilangan pamornya antara lain karena masyarakat sendiri sudah tidak peduli pada kesenian Sintren. Mereka beranggapan, pementasan kesenian Sintren sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Namun demikian keberdayaan seni Sintren tetap eksis karena adanya semangat para pelaku seni Sintren yang berusaha menghidupkan kesenian Sintren lebih dari sebuah "pengabdian" untuk melestarikan budaya warisan nenek moyang, atau ingin mempertahankan nilai-nilai kearifan yang tersimpan di dalamnya, sebagaimana yang dilakukan oleh anggota Paguyuban Sintren Slamet Rahayu Dusun Sirau Kelurahan Paduraksa. Kata kunci : sintren, modernitas, keberdayaan A. Pendahuluan Perubahan kebudayaan pada suatu masyarakat merupakan keniscyaan dan tidak dapat dielakkan. Masyarakat tidak pernah statis, selalu dinamis berubah dari satu keadaan ke keadaan lainnya yang disebabkan oleh berbagai faktor. Perubahan 1 Puji Dwi Darmoko, M.Hum adalah Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Pemalang (STIT) Pemalang
ini dimaksudkan sebagai wujud tanggapan manusia terhadap tantangan lingkungannya. Diakui atau tidak suatu masyarakat tidak akan pernah terbebas dari gejala perubahan yang berjalan sangat pesat, sehingga justru membingungkan manusia itu sendiri. Gejala perubahan yang terjadi memiliki intensitas kuat memunculkan kekhawatiran bagaimana ketangguhan daya tangkal nilai-nilai masyarakat yang telah mapan menjadi goyah dan perlahan-lahan mengalami pemudaran. Namun demikian adanya dinamika masyarakat memberikan kesempatan kebudayaan untuk berkembang, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, dan tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan sebagai wadah pendukungnya. Di tengah derasnya tekanan modernitas, produk budaya sebagai budaya adiluhung kreasi anak bangsa dipertahankan eksistensi dan keberlangsungannya, Sintren g di sepanjang wilayah pantura Jawa Tengah bagian barat khususnya di Kabupaten Pemalang. Sintrenpun sebagai salah satu kesenian daerah Kabupaten Pemalang tidak bebas dari pengaruh modernitas. Keberadaannya kini semakin langka ditekan derasnya modernisasi. B. Kesenian Sintren Dari segi asal usul bahasa (etimologi) Sintren merupakan gabungan dua Sintren yang menjadi pemeran utama dalam kesenian tradisional Sintren. Sintren adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa Tengah di wilayah pantai utara, khususnya di Pemalang. Kesenian ini terkenal di pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Barat, antara lain di Pemalang, Pekalongan, Brebes, Banyumas, Kuningan, Cirebon, Indramayu, dan Jatibarang. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono. Herusatoto mengemukakan bahwa Sintren adalah seni pertunjukan rakyat Jawa-Sunda; seni tari yang bersifat mistis, memiliki ritus magis tradisional tertentu yang mencengangkan Legenda Sintren Kesenian Sintren diawali dari cerita rakyat/legenda yang dipercaya oleh masyarakat dan memiliki dua versi, Pertama, berdasar pada legenda cerita percintaan Sulasih dan R. Sulandono seorang putra Bupati di Mataram Joko Bahu Sugiarto, A ; et al.. Naskah deskripsi Tari Sintren.(Semarang : Proyek Pembinaan Kesenian Jawa Tengah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989), hlm Budiono Herusatoto, Banyumas: Sejarah, Budaya, Bahasa, dan Watak, (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2008), hlm. 207.
dan menempatkan diri dengan mengelilingi arena, disambut dengan koor lagulagu dolanan anak-anak Jawa, seperti lir-ilir, Cublek-cublek suweng, Padang Rembulan dan sebagainya. 4 dupa - sama diiringi membakar kemenyan dengan tujuan memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selama pertunjukan terhindar dari mara bahaya. Bahkan sebelumnya perlu dilakukan acara ritual selama 40 hari terhadap penari Sintren untuk mencapai kesempurnaan penampilannya. 5 Berikutnya adalah tahapan menjadikan Sintren yang akan dilakukan oleh Pawang dengan membawa calon penari Sintren bersama dengan empat orang pemain. Dayang sebagai lambang bidadari (Jawa: Widodari patang puluh) sebagai cantriknya Sintren. Kemudian Sintren didudukkan oleh Pawang dalam keadaan berpakain biasa dan didampingi para dayang/cantrik. Pawang segera menjadikan penari Sintren secara bertahap, melalui tiga tahapan. Tahap Pertama, pawang memegang kedua tangan calon penari Sintren, kemudian diletakkan di atas asap kemenyan sambil mengucapkan mantra, selanjutnya mengikat calon penari Sintren dengan tali melilit ke seluruh tubuh. Tahap Kedua, calon penari Sintren dimasukkan ke dalam sangkar (kurungan) ayam bersama busana Sintren dan perlengkapan merias wajah. Beberapa saat kemudian kurungan dibuka, Sintren sudah berdandan dalam keadaan terikat tali, lalu Sintren ditutup kurungan kembali. Tahap Ketiga, setelah ada tanda-tanda Sintren sudah jadi (biasanya ditandai kurungan bergetar/bergoyang) kurungan dibuka, Sintren sudah lepas dari ikatan tali dan siap menari. Selain menari adakalanya Sintren melakukan akrobatik diantaranya ada yang berdiri diatas kurungan sambil menari. Selama pertunjukan Sintren berlangsung, pembakaran kemenyan tidak boleh berhenti. Kesenian Sintren disajikan secara komunikatif antara seniman dan seniwati dengan penonton menyatu dalam satu arena pertunjukan. 6 Tetapi ada juga yang menuturkan bahwa asal usul Sintren adalah upacara pemanggilan ruh. Ini jika dilihat dari lagu-lgunya yang masih memiliki sifat magis religius dengan adanya adegan kesurupan (trance) yang dialami seorang pemain intren. Juga dilihat dari sifat permainannya yang masih dipimpin oleh seorang pawang sebagai shaman atau dukun. Keunikan dalam pertunjukan Sintren adalah penari yang berpakaian biasa dalam keadaan tubuh dan tangan terikat mampu menjelma di dalam kurungan ayam jago yang di dalamnya telah disediakan berbagai alat rias seperti cermin, bedak, gincu, seperangat pakaian tari dan kaca mata hitam menjadi gadis cantik dan mengenakan pakaian indah dengan hiasan wajah yang begitu sempurna dan Ibid awancara dengan bapak Basuki, ketua Rt. 08 Dusun Sirau Kelurahan Paduraksa, penasehat Paguyuban Sintren Slamet Rahayu. asil observasi melihat langsung pertunjukan Sintren hari Sabtu, tanggal 19 Mei 2012 di halaman seorang penduduk di Dusun VI Desa Banjaran Kecamatan Taman Kabupaten Pemalang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar