Kamis, 16 Januari 2020

Sintren di daerah kuningan



Hasil gambar untuk sintren dari kuningan

Sintren adalah sebutan kepada peran utama dalam satu jenis kesenian. Tapi akhirnya sebutan itu menjadi satu nama jenis kesenian yang disebut sintren. Sintren asal kata sesantrian artinya meniru santri bermain lais, debus, rudat atau ubrug dengan menggunakan magic (ilmu ghaib).

Seni sintren ternyata tidak hanya hidup di daerah Kabupaten Majalengka, Indramayu dan Cirebon. Tapi juga hidup di Desa Dukuhbadag, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan.



Menurut, Udin Sahrudin, tokoh sintren di Desa Dukuhbadag, munculnya seni sintren di Kuningan belum bisa dipastikan. Sebab sampai sekarang belum ada penelitian ilmiah, tapi yang jelas sejak tahun 1930 sudah banyak warga Desa Dukuhbadag yang mengadakan pertunjukan seni sintren terutama pada acara pesta khitanan dan pernikahan.



“Dulu yang pertama kali menjadi pimpinan seni sintren di Desa Dukuhbadag yakni Ibu Warjiah, tapi saya tidak tahu pasti dari mana awal perkembangan seni sintren itu,” kata Udin Sahrudin.

Berdasarkan cerita orang tua dulu, lanjut dia, sini sintren di Dukuhbadag dibawa oleh orang dari daerah lain yang sengaja untuk mencari nafkah yakni sebagai Kukurung. Kukurung merupakan bahasa dialek masyarakat Desa Dukuhbadag yang ditujukan kepada orang yang sedang memcari nafkah dengan cara menjual jasa memanen padi.



Dia menjelaskan, mereka (kukurung) diperkirakan datang dari daerah perbatasan Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan dengan Kecamatan Banjarharja Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Diantaranya saja Desa Cibendung, Cikakak, Karangjunti, Pande, Dukuhjeruk dan Desa Randegan. Ada pula yang datang dari daerah perbatasan Kabupaten Cirebon, diantaranya Desa Tonjong, Cilengkrang, Ciledug, pabuaran, Cikulak, Leuweunggajah dan desa lainnya.



Kukurung-kukurung itu datang bukan saja ke Desa Dukuhbadag, tapi ke desa lain di Kecamatan Cibingbin antara lain Desa Bantarpanjang, Cisaat, Citenjo, Cibingbin, Desa Cibeureum dan Desa Tarikolot, bahkan sampai Desa Sukasari dan Tanjungkerta KecamatanKarangkancana. (Desa Cibeureum dan Desa Tarikolot, kini Kecamatan Cibeureum)



“Untuk melepas lelah, kukurung-kukurug itu mengadakan pertunjukan seni sintren, di halaman rumah warga tanpa mendapat upah dari pemilik punya rumah, kecuali jamuan alakadarnya,”imbuhnya.

Dikatakan, pertunjukan sintren tidak selamanya memerlukan panggung, mereka bermain di halaman rumah beralaskan tikar, para penabuh gamelan dan juru kawih sambil duduk, sedangkan sintren menari sambil berdiri lemah gemulai mengikuti irama irama gamelan.



“Konon kabarnya, anak yang sudah dijadikan sintren harus mengalami 21 kali pentas, lebih sempurna 40 kali pertunjukan. Hal ini dipercaya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bagi pribasdi sintrennya, terutama musibah. Setelah 40 hari biasanya rombongan seni tersebut mengadakan hajatan selamatan agar dijauhkan dari mara bahaya

Seni tradisi sintren, sebenernya tidak hanya dimiliki warga Cirebon,namun juga warga pesisir lain nya dari mulai subang sampe pekalongan jawa tengah, meski sempat redup beberapa tahun belakangan namun saat ini “nyala api” sintren terlihat mulai kembali, sejumlah even dari mulai budaya sampai bisnis seperti pembukaan sebuah pameran mulai menampilkan seni yang kental dengan nuansa mistis tersebut.

Berdasarkan keterangan dari berbagai sumber kalangan seniman tradisi Cirebon, sintren mulai di kenal pada awal tahun 1940-an, nama sintren sendiri tidak jelas berasal dari mana, namun konon sintren adalah nama penari yang masi gadis yang menjadi pemain utaman dalam pertunjukan itu.

Budayawan Cirebon Nurdin M. Noor menduga menduga sintren merupakan nama lain dari dewa indra jaya yang dikenal dalam dunia pewayangan, namun Nurdin mengakui tidak tau kepastiannya karena dugaan itu berdasarkan dari alunan syair lagu yang mengiringi pagelaran seni sintren.

Turun turune sintren

Sintrene widadari

Nemu kembang yun ayunan

Kembang si jaya indra





“dari ayunan syair itu saya menduga, sintren itu perwujudan dewa sintren atau nama lain dari dewa indra jaya yang masuk keraga orang,penari sintren yang harus masi gadis, “kata Nurdin.” Menurut kepala dinas pemuda, olahraga kebudayaan dan pariwisata (disporbudpar) kota Cirebon Dr.H. Wahyo, M.Pd. berdasarkan cerita yang turun menurun, asal mula lahir nya sintren sebenarnya permainan untuk menghilangkan bosan dan menghabiskan waktu.

Permainan itu tercipta dari kebiasaan kaum ibu dan putra-putrinya yang tengah menunggu suami/ayah mereka pulang dari mencari ikan dilaut, “dari pada tidur sore sore, sambil menunggu suami dan bapaknya, akhirnya terciptanya permainan sintren, namun siapa yang menciptakan pertama kali, tidak ada sumber yang menyebutkannya , karena zaman dulu belum ada hak cipta, sehingga kebersamaan lah yang lebih dikedepakan “ karena wahyo. Sering dimainkan hamper setiap sore dan akhirnya sintren menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan kaum pesisir.

Dalam perkembangan nya sintren menjadi sebuah permainan penuh nuansa mistis, pada perkembangan selanjutnya sintren dimainkan oleh nelayan keliling untuk tujuan mencari uang dari saweran yang telah dihasilkan.





kesenian sintren terdiri dari para juru kawih/sinden yang diringi dengan beberapa gamelan seperti buyung, sebuah alat music pukul yang menyerupai gentong terbuat dari tanah liat, rebana dan waditra lainnya seperti, kendang gong dan kecrek.

Para juru kawih memulai melantunkan lagu-lagu yang dimaksudkan untuk mengundang penonton.

Tambak tambak pawon

Isie dandang kukusan

Ari kebul kebul wonge pada kumpul



Syair tersebut dilantunkan secara berulang ulang kali sampai penonton benar-benar berkumpul untuk menyaksikan pertunjukan sintren, begitu penonton sudah banyak, juru kawih mulai melantunkan syair, kembang trate

Dituku disebrang kana

karti dirante

kang rante arane mang rana



kemudian muncul lah penari sintren yang masih gadis, kemudian sintren dikaitkan dengan tali tambang mulai leher hingga kaki, yang tidak memungkinkan sintren dapat melepaskan ikatan tersebut dalam waktu cepat, sintren kemudian dimasukan ke dalam sebuah kurungan besar yang biasa untuk mengurung ayam yang di tutupi kain, selain sintren , dalam kurungan juga dimasukan pakaian ganti dan sejumlah asesoris seperti kaca mata hitam.

Gamelan terus menggema, dua orang yang di sebut sebagai pawing tidak henti henti membaca mantra mantra, asap yang muncuk dari bakaran kemenyan menemani pawing membaca mantra, bau kemenyan yang menyegrap merupakan aroma yang ikut menemani penonton, asap kemenyan terus mengepul, begitu juga juru kawih terus berulang ulang nembang.





Gulung gulung kasa

Ana sintren masi turu

Wong nontone buru buru

Ana sintren masi baru



Yang artinya menggambarkan kondisi sintren dalam kurungan yang masi dalam keadaan tidur, begitu kurungan dibuka, bukanya hanya dari sintren sudah bebas dari ikatan, ia bahkan sudah berganti dengan pakaian penari dan berkaca mata hitam, gerakan tari sintren monoton hanya bergoyang kanan kiri sambil mengibas ngibaskan selendang merrahnya.

Para penonton yang berdesak desakan pun mulai melempari sintren dengan uang logam, begitu uang logam mengenai tubuhnya maka sintren tersebut akan jatuh pingsan, sintren akan sadar kembali dan menari setelah di beri jampi jampi oleh sang pawang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar