Minggu, 22 Desember 2019

KESENIAN SINTREN SEBAGAI KEARIFAN LOKAL



Indonesia adalah sebuah masyarakat negara yang secara antropologis, terdiri dari 500 suku bangsa ( ethic group ) dengan ciri-ciri bahasa dan kultur tersendiri. Bahkan lebih unik lagi, setiap suku bangsa Indonesia dapat dikatakan mempunyai satu daerah asal, pengalaman sejarah dari nenek moyang sendiri ( Marzali, 2005 : 227 ). 


Negara Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keragaman budaya dan masyarakat multikultur, sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan masing-masing dan unik. Bahwa kebudayaan menjadi ciri khas dari sebuah daerah. Kebudayaan memang nyatanya adalah hasil dari pola hidup masyarakat tertentu yang di wariskan secara turun temurun sebagai sebuah warisan yang secara turun temurun diwariskan maka tidak mengherankan hal setiap dilakukan dan dipikirkan oleh seseorang cenderung dilatar belakangi oleh budaya yang ada dalam masyarakat tempat ia tinggal. 

Karena keanekaragaman masyarakat Indonesia dapat dicerminkan dalam berbagai ekspresi budayanya seperti kesenian tradisional. Bagi bangsa Indonesia kesenian tradisional merupakan aset budaya lokal sebagai ciri khas bangsa Indonesia, yang dipertahankan sebagai ciri khas bangsa yang bermartabat. Budaya lokal dijelaskan oleh Sedyawati ( 2006 : 381-382 ) bahwa : “ dalam bentangan Indonesia baru ini, maka yang dimaksud dengan kebudayaan lokal mestinya lebih tepat disebutkan kebudayaan sub- bangsa atau suku bangsa. 

Nilai adalah sesuatu yang baik, yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Karena itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga ( nilai kebenaran ), indah ( nilai estetika ), baik ( nilai norma atau etis ), religious ( nilai agama ). 

Kearifan local itu hendaknya diartikan sebagai “kearifan dalam kebudayaan tradisional “, dengan catatan bahwa yang dimaksud dalam hal ini adalah kebudayaan tradisional suku-suku bangsa. Kata kearifan sendiri hendaknya juga dimengerti dalam arti luasnya yaitu tidak hanya berupa norma-norma dan nilai-nilai budaya, melainkan juga segala unsur gagasan termasuk yang berimplikasi pada teknologi, penanganan kesehatan dan estetika. Dalam arti yang luas maka diartikan bahwa ”kearifan” lokal itu terjabar dalam seluruh warisan budaya, baik tangible maupun yang intangible. 

Tangible itu bentuk kearifan lokal yang berwujud nyata misalnya bangunan atau arsitektural, benda cagar budaya. Intangible itu bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud seperti petuah yang disampaikan secara verbal dan turun temurun yang dapat berupa nyanyian dan kidung yang mengandung nilai-nilai ajaran tradisional. 

Jadi nilai kearifan lokal adalah sesuatu yang baik, sesuatu yang dicita-citakan manusia sebagia identitas kebudayaan sekaligus sebagai ciri khas dalam suatu daerah tertentu, nilai kearifan lokal tersebut adalah nilai estetika, nilai religious dan nilai kepatuhan ( rasa hormat ). 

Hal ini berarti nilai-nilai adat, tradisi, kearifan, atau norma-norma luhur yang berlaku, merupakan komponen penting bagi kebudayaan lokal, warisan budaya ini mencerminkan nilai-nilai luhur yang harus dihargai dan dijaga kelestariaannya. Dengan mengetahui kebudayaan lokal diharapakan generasi muda mampu menggali potensi kekayaan seni tradisional sekaligus melestarikannya. 

Melihat penjelasan di atas bisa dikatakan, bahwa budaya sungguh memegang peran penting dalam dinamika hidup sebuah masyarakat. Dalam artian kemajuan atau malah kemunduran dalam berbagai segi hidup masyarakat sangat ditentukan oleh bagaimana budaya masyarakat tersebut. Masyarakat kan mengalami kemajuan jika budaya yang didalamnya mengandung nilai-nilain kebaikan dan kebenaran yang luhur dan universal. Misalnya, nilai cinta kasih, keadilan, kepedulian terhadap sesama, dan lain-lain. Sedangkan sebaliknya, masyarakat akan mengalami kemunduran atau kerusakan jika dalam budayanya tidak mengandung nilai-nilai kebaikan dan kebenaran secara universal. 

Kesenian dapat dipilih dalam berbagai cabang seni. Untuk masa Jawa Kuno cabang-cabang seni yang dapat diperoleh datanya adalah seni rupa, seni tari, seni teater, seni kesustraan dan dalam batas tertentu musik (Sedyawati, 2006 : 399 ). Sintren merupakan salah satu bentuk ungkapan budaya saat ini masih dipertahankan. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 32 ayat 1 yang berbunyi : “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Hal ini menujukan bahwa kita harus menghormati dan menghargai budaya suatu daerah salah satunya adalah sintren. Dengan dilestarikannya suatu tradisi, maka generasi penerus dapat mengetahui warisan budaya nenek moyangnya. 

Dengan mengamati suatu tradisi yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat pendukungnya dapat diketahui tujuan, fungsi, makna, dan nilai-nilai budya yang terkandung dalam tradisi yang dilakukannya itu. Kebudayaan merupakan salah satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat, oleh karena itu kebudayaan dan masyarakat memiliki keterkaitan yang saling erat. Seperti koin uang dengan dua sisi, dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan , dimana ada masyarakat disitu juga ada kebudayaan. 

Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat. Perubahan dalam masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas. Kita dapat melihat perubahan itu setelah membandingkan keadaan pada beberapa waktu lalu dengan keadaan sekarang. Perubahan itu dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa kesenian serta sistem pengetahuan. 

Kebudayaan yang ada dalam sebuah masyarakat biasanya atau kebanykan dalam symbol, cerita-cerita bijak, pepatah-pepatah, dan masih banyak lagi bentuknya. Sebagai contoh dalam masyarakat Jawa terdapat pepatah nasehat yang berbunyi Ing Karsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani ( di depan memberi teladan ( baik ), di tengah-tengah ( masyarakat ) memberi pengaruh ( semangat ), dan di belakang memberi dorongan dengan objektif dan jujur. Sebuah nasehat yang intinya mengajarkan bagaimana seseorang hendaknya membangun sebuah keutamaan dalam setiap posisi dalam hidupnya. Melihat bentuk-bentuk budaya yang adda tersebut, kemudian memunculkan pertanyaan, sesungguhnya adakah sebuah konsep sentral dalam sebuah kebudayaan ? konsep sentral yang menjdi sumber atau nilai terdalam yang menjadi arah bagi setiap bentuk kebudayaan dalam sebuah masyarakat. 

Kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan konsep “keselarasan” kearifan local Jawa dalam sintren ( 2007 ) karya Dianing Widya Yudhistira. Dianing mempertentangkan dua sisi realitas dalam posisi saling membelakangi. Realitas pertama adalah dunia keseharian tokoh utama, yaitu Saraswati murid sekolah dasar berparas ayu tapi terlahir dari keluarga miskin. Sementara realitas kedua adalah ruang dan waktu supraindriawi yang diselami Saraswati tatkala gadis bau kencur itu harus tampil sebagai penari sintren. Sintren menyiratkan sumber kearifan dalam kehidupan bermasyarakat Jawa ( Batang ) dan semacam kerinduan pada “sintren” yang perlahan mulai punah. 

Akhirnya pencarian dipusatkan pada masyarakat Jawa, yaitu tempat dimana penulis hidup ( Jawa Jakarta ) dan berkembang. Kemudian didapatkan sebuah konsep metafisis yang kurang lebih layak disebut sebagai nilai dasar bagi setiap kebudayaan masyarakat Jawa. Konsep tersebut adalah tentang kearifan lokal “keselarasan” ( keharmonisan ) dalam masyarakat Jawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar