Jumat, 20 Desember 2019

PERKEMBANGAN SINTREN DI ERA GLOBALISASI DAN MODERNISASI



Sintren sebagai suatu seni adalah salah satu dari bagian kebudayaan yang terkena imbas arus modernitas, yang tidak tersaring secara ketat menyebabkan proses akulturasi budaya berjalan lancar. Bentuk-bentuk modernitas, misalnya tempat-tempat hiburan yang bersifat modern antara lain: bioskop, café, karaoke, mall, dan sebagainya menggusur keberadaan kesenian sebagai alternativ hiburan yang mengandung unsur-unsur pendidikan dan pencerahan, khususnya kesenian tradisional.


Modernitas dalam bentuk teknologi hiburan, besar pengaruhnya terhadap kesenian tradisional. Kesenian tradisional membutuhkan proses yang lama dalam memahami dan menampilkan, berbeda dengan teknologi hiburan modern yang bersifat instant. Di sinilah akan terjadi cultural lah dalam kebudayaan berkaitan dengan keberadaan kesenian tradisional. Menurut Koentjaraningrat, bahwa cultural lag adalah perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat. Artinya ketinggalan kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat dapat menyesuaikan diri terhadap benda tersebut.

Dalam kasus ini, benda yang dimaksud di atas dapat diterapkan sebagai kesenian tradisional. Suatu culture lag terjadi apabila irama perubahan dari dua unsur perubahan (mungkin lebih) memiliki korelasi yang tidak sebanding sehingga unsur yang satu tertinggal oleh unsur lainnya.

Dari fakta tersebut menjadikan kesenian tradisional sebagai bentuk yang ketinggalan zaman. Salah satu bentuk kesenian tradisional yang kentara terkena imbasnya adalah kesenian tradisional Sintren.

Para pekerja seni Sintren sebagai aset sumber daya manusia harus berjuang melawan modernitas, sebagai kaum minoritas yang menyampaikan nilai-nilai egalitarian dalam pementasannya, mereka telah ikut andil dengan caranya dalam pelaksanaan mengisi pembangunan, baik fisik maupun non fisik/sosial demi kelangsungan hidup para seniman Sintren tersebut.

Dalam pertunjukan Sintren para penonton yang datang bukan hanya dari desa setempat saja. Dari luar desapun banyak yang berdatangan untuk sekadar menonton ataupun menginginkan romantisme lama atau ada juga yang menghendaki supaya budaya setempat langgeng sampai anak cucu.

Dalam perspektif lain sebenarnya kehadiran Sintren justru dapat menjadi alternatif bagi pelaku seni sintren maupun masyarakat yang terlibat di dalam pertunjukan kesenian tersebut, untuk pemberdayaan ekonomi mikro, ditengah himpitan modernitas dan globalisasi yang secara masif menghimpit rakyat kecil, pementasan sintren menjadi sesuatu yang mendatangkan manfaat secara ekonomi. Dibalik kesederhanaan, keikhlasan, kepolosan, seorang gadis penari sintren ternyata sedikit banyak mampu mendongkrak susana sepi menjadi keramaian penuh optimis penduduk suatu desa. Di mana sebagian penduduk dapat memberdayakan eonomi skala mikro melalui usaha dagang seperti; krupuk sambal, tahu aci, mainan anak-anak, pecel, serundeng lumping kerbau dan lain-lain, yang dilakukan dengan selalu mengikuti pertunjukan keliling sintren dari satu desa ke desa lain.

Kesenian tari sintren pada mulanya dipentaskan pada waktu yang sunyi di saat malam bulan purnama karena kesenian tari ini berhubungan dengan roh halus yang masuk ke dalam sang penari, namun kini pementasan tari sintren tidak lagi dilakukan pada malam bulan purnama melainkan dapat juga dipentaskan pada siang hari dan bertujuan untuk menghibur wisatawan serta memeriahkan acara hajatan.

Kesenian tari sintren merupakan kesenian tradisional yang harus terus dijaga dan dilestarikan agar tidak menghilang apalagi ditengah arus globalisasi yang mana saat ini telah banyak hiburan canggih yang berasal dari luar negeri dan sedikit demi sedikit akan semakin menggusur kesenian tradisional, untuk itu pemerintah dan masyarakat perlu memperhatikan kelangsungan dari tari sintren ini.

Kelangkaan kesenian ini juga bersumber dari masyarakat Indonesia yang tidak mau melestarikan dan mencintai kesenian mereka sendiri. Jangankan untuk mencintai kesenian sintren, menjadi salah satu bagian dari pertunjukan inipun mungkin mereka harus berfikir dua kali. Bisa saja mereka berat harus menjalani ritual yang menjadi syarat penari sintren. Misalnya masih harus gadis dan belum menikah. Selain itu harus bersedia dimasuki roh di dalam tubuhnya.

Di masa globalisasi sesungguhnya sangat mudah melestarikan kesenian sintren. Jangan sampai kesenian sintren ini hilang dimakan zaman. Ada beberapa cara melestarikan kesenian ini, meskipun kita tidak harus menjadi bagian dari grup sintren, kita bisa menjadikan pertunjukan sintren sebagai objek utama dalam kebutuhan wisata budaya. Tidak sulit sesungguhnya menjadikan sebuah kesenian menjadi objek wisata budaya. Hanya dengan keinginan yang besar kecintaan terhadap kesenian sintrendan kemampuan bekerjasama dengan grup kesenian sintren, semua akan berjalan dengan baik. Namun, kita tidak perlu khawatir akan kelangkaan kesenian ini di masa globalisasi. Dari sekian juta lebih masyarakat Indonesia, ternyata masih ada yang mau melestarikan kesenian ini. Di tahun 2002, kesenian ini pernah diangkat ke dalam sebuah film local berjudul sintren oh sintren. Film ini diproduksi oleh Sindoro Multimedia Studio’s tersebut menceritakan tentang keinginan seseorang untuk menghidupkan kembali tradisi kesenian sintren. Meskipun hanya tersisa sedikit, setidaknya ada bagian masyarakat Indonesia yang mau melestarikannya. Warisan budaya nenek moyang ini. Budaya kita adalah budaya Indonesia, kesenian kita adalah kesenian Indonesia. Jangan lebih kita mencintai budaya asing, tetapi pelajarilah kesenian dan budaya yang lebih mewah yang kita miliki di Negara tercinta ini, Indonesia. Kalua bukan kita sendiri yang mau melestarikan kesenian yang unik ini.

Jalan yang ditempuh untuk menarik perhatian selera penonton kepada seni pertunjukan tradisi. Di antaranya dengan melakukan upaya kreatif dan inovatif dari segi kesenian tradisi itu sendiri, dari penggarapan aspek ceritanya, diselaraskan sesuai konteks zaman, pemggarapan kreatifnya mesti lebih dramatic dan menghibur, peningkatan kualitas kinerja para pekerja seni ( pelaku, pemusik, teknologi pementasan dimodernisasi ).

Seiring berjalannya waktu banyak sekali perubahan-perubahan yang secara signifikan dalam perkembangan sintren banyak sekali sanggar – sanggar seni berlomba – lomba untuk mengeluarkan sebuah inovasi baru terhadap seni pertujukan sintren contonya seperti pertunjukan Sintren Dangdut Grup Putra Kelana di Kelurahan Pasarbatang Kabupaten Brebes.

Berdasarkan temuan data di lapangan dapat dikemukakan bahwa dalam seni pertunjukan Sintren Dangdut Grup Putra Kelana , sudah dilakukan langkah-langkah pelestarian dengan beberapa karya inovatif sebagai berikut :

Kesenian sintren dangdut grup putra kelana sudah mengemas secara singkat pertunjukannya. Dengan mengemas pertunjukan bukan berarti menghilangkan nilai estetika yang ada, kesenian sintren dangdut masih dengan rasionalitas seni tradisi yang melekat di kesenian sintren.

Memberikan kesan menarik dalam kesenian sintren dilakukan dengan mengubah instrument music dari gamelan menjadi instrument music modern yang sudah tidak memakai gamelan lengkap lagi. Memadukan iringan dengan lagu-lagu dangdut dan sentuhan biduan yang berpenampilan sudah modern.

Upaya pelestarian seni tradisi dalam bentuk pertunjukan kesenian sintren dangdut grup kelana ini dibagi menjadi bentuk perlindungan seni tradisi, bentuk pengembangan, dan bentuk pemanfaatannya. Dalam pertunjukan sintren yang biasa saja menjadikan masyarakat mulai bosan dan jenuh. Grup ini berpikir agar kesenian sintren tetap berkembang tetapi dengan perkembangan agar masyarakat tetap berminat dengan pertunjukan lesenian sintren dangdut. Akhirnya dengan minat masyarakat yang begitu besarnya dengan dangdut, grup ini memodifikasikan kesenian sintren dengan music dangdut.

Pengembangan dalam kesenian tradisional kerakyatan tidaklah mudah. Masyarakat setempat mengembangkan seni kerakyatan yang sudah lama tumbuh dalam kebiasaan dan di kembangkan kembali berkreasi berinovasi kembali. Jadi para kelompok seni, masyarakat bekerja sama dalam pengembangan untuk pelestarian kesenian tradisional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar